Wednesday, May 10, 2017

Senopati Ichiro Rajagukguk

Sudah 5 bulan berlalu tetapi tetap ditulis untuk kenangan
Ini kehamilan ke 4, kehamilan yang didahului dengan membaca bukunya Landrum B. Shettles “how to choose the sex of your baby “ dan tentunya dengan doa yang tidak sedikit. Perkiraan lahir adalah tanggal 5 November 2016, akan tetapi sejak memasuki minggu ke 32 perut sudah terasa kencang dan kontraksi palsu sudah rajin menghampiri. Selama kehamilan kontrol terajin adalah ke Dr Titin di RS MK Cikarang, diselingi ke Dr.Irwan di RS PK Jababeka, sempat juga mencoba ke Dr Emi di klinik IK Jababeka. Aku tetap berharap bisa melahirkan normal dan gentle seperti kakaknya, kali ini tanpa senam hamil, dan hanya yoga sendiri plus rajin goyang inul di Gymball.
Minggu ke 36 cuti melahirkan sudah diambil dengan pertimbangan persiapan untuk melahirkan normal. Meskipun persiapan melahirkan jadi terganggu dengan emosi yang mirip roll coaster karena asisten di rumah yang tidak sesuai harapan. Setiap malam sudah tidak bisa tidur nyenyak karena kontraksi bahkan aplikasi “kontraksi nyaman” yang diinstal di hp sudah menyarankan untuk segera menghubungi provider kesehatan. Tapi kontraksi menghilang kembali, dan begitu berulang ulang. Sebenarnya kedua kelahiran terdahulu selalu melewati due date yang lumayan ekstrim yaitu 2-3 minggu. Tapi kehamilan kali ini berharap sekali bisa melahirkan cepat, apalagi pada usia 37 minggu menurut bidan di faskes BPJS kepala bayi sudah masuk ke panggul.
Dua minggu awal masa cuti diisi dengan mendaftarkan BPJS calon baby dan mencoba pelayanan control kehamilan ke dokter kandungan dengan menggunakan BPJS. Beberapa review yang sudah dibaca sepertinya pelayanan BPJS lumayan ok untuk periksa kehamilan. Riwayat melahirkan dengan operasi SC pun memudahkan untuk mendapatkan rujukan ke dokter kandungan. Sayangnya Dr Titin dan Dr Irwan prakteknya di RS yang tidak menerima BPJS. RS OI Cikarang akhirnya di pilih untuk memeriksa kehamilan diusia 38 minggu yang sudah diiringi kontraksi berkali kali.
Dokter H yang memeriksa sungguh diluar dugaan, apalagi setelah menanyakan riwayat kelahiran Dininove(anak ke 2) yang lahir normal, home and waterbirth dan berjarak 2.5 tahun dengan operasi SC kakaknya. Sambil asyik mengintip dedek bayi beliau menceritakan mengenai ngerinya rupture rahim sebagai resiko melahirkan normal setelah SC. ``untungnya anak dan ibu selamat ya``….
Meskipun gondok dan emosi, tapi aku bisa tersenyum, dan hanya mengiyakan tanpa mendebat. Tapi sebenarnya karena ada inang mertua ada disitu mendampingi jadi jaga image sedikit ceritanya. Harus SC secepatnya dalam 3 hari dan habis itu steril serta disarankan untuk CTG(CTG dengan biaya sendiri lho, karena BPJS hanya menanggung 160 ribu untuk control).
Hasil CTG menunjukan sudah mulai ada kontraksi dan VT sudah bukaan 1, jadi sang bidan langsung menanyakan kapan mau SC. Tidak mungkinlah langsung memutuskan, jadi ditinggal pulang dan tidur dengan perasaan yang campur aduk. Untungnya anak ke tiga dan kehamilan ke empat, jadi buffernya masih cukup untuk tidak jadi baper. Pilihan saya dan suami sudah mantap, mencoba untuk melahirkan normal dan tidak bersedia di steril. Sang dokter kami cuekin dan berniat kembali ke dokter semula.
Besoknya jalan jalan ke RS MK ketemu dr Titin, menurut beliau semuanya masih baik baik dan ditunggu hingga 9 November. Kalau belum ada kontraksi tanggal 9 di jadwalkan untuk SC, dalam hati sempat terbersit untuk minta SC tanggal 10 kan pas hari Pahlawan, keren dong anak laki laki lahir di hari pahlawan. Kami pulang dengan legowo, siap dengan segala kemungkinan.
Tiga minggu masa cuti sudah terlewati, tanggal 1 november berlalu,bersamaan dengan ultah Ninop, tanggal 4 november bersamaan dengan aksi besar dijakarta juga sudah berlalu, baby masih saja betah di rahim mamanya. Opung sampai akhirnya pulang kembali ke Kota Pinang karena sudah 2 minggu menunggu. Setelah sebelumnya bubid Siti Rohma dari Klinik Mutiara Bunda memperkirakan seminggu lagi baru baby akan launching. Bayi memang punya waktunya sendiri untuk lahir, hanya saja rasanya sabar itu terlalu berat waktu itu.
Penantian yang benar benar menguras pikiran dan emosi, ditambah kondisi rumah dan segala macam permasalahannya yang membuat tidak nyaman. Bisikan bisikan untuk menyerah dan SC saja bahkan sudah mampu menggoyahkan keinginan untuk berusaha melahirkan normal. Tidak ada yang salah dengan melahirkan secara SC, menurutku secara pribadi adalah bagaimana pola pikir kita menyikapinya. Perjuangan untuk bisa melahirkan sesuai harapan akan sangat membantu perjuangan parenting selanjutnya. Bukan hanya sekadar bagaimana cara bayi lahir, kita masih punya tugas bagaimana bayi kita tumbuh dan berkembang nantinya.
Penghiburan datang setiap kali lihat di layar USG bahwa dedek bayi masih baik baik saja, placenta sudah mulai ada pengapuran, tapi air ketuban dalam volume yang cukup. Secara fisik ibu sehat, tapi penantian memang terkadang menyakiti perasaan.
Tanggal 9 pun tiba tanpa ada tanda tanda kontraksi selain kontraksi palsu. Kami mencoba untuk mencari opini ke 4 dengan menggunakan BPJS ke RS Siloam di Cikarang. Sedari pagi jam 8 mengantri, di panggil di meja pendaftaran jam 11, dan mendapatkan jadwal dokter jam 12. Bertemu dengan Dr. Aditya aku ceritakan riwayat kehamilan terdahulu dan harapan untuk bisa melahirkan normal. Beliau menjelaskan bahwa melahirkan normal di rs tidak ditanggung BPJS, sementara untuk SC meskipun kelas 1 ditanggung BPJS tapi beliau menyarankan untuk upgrade. Terutama karena SC pertama di Jepang yang beliau khawatirkan aku akan shock jika membandingkan dengan SC disini. Tetapi dengan bijak beliau menjelaskan pilihan tetap di tanganku. Di layar USG baby masih baik baik saja, tapi hasil CTG juga menunjukan sudah ada kontraksi dan bukaan juga sudah 1 longgar (sama dengan pemeriksaan 2 minggu sebelumnya di RS OI). Tenteramnya di hati adalah beliau bisa menunggu 3 hari lagi, dan kalaupun tetap menggunakan fasilitas BPJS beliau tetap bersedia menjadi dokter yang akan membantu proses kelahiran sang baby. Menurut beliau, baby sudah siap lahir kapan saja, dan tinggal kami memilih tempat melahirkan dengan nyaman. Akan tetapi aku disarankan untuk ekstra peka dengan kondisi kehamilanku, segera ke rumah sakit jika merasa ada yang aneh dengan gerakan bayi atau sesuatu yang tidak biasa.
Sepanjang perjalanan pulang, aku dan suami sepakat untuk menunggu dan kalaupun pada akhirnya memilih untuk SC kami memilih untuk SC di RS MK yang relative lebih dekat dan dengan Dr Titin yang sudah lebih mengetahui riwayat kehamilanku.
Sampai rumah rasanya sudah capek sekali seharian di RS, makan malam dan mendampingi ichiko belajar dengan sisa sisa tenaga, jam 9 sudah masuk kamar untuk tidur. Sambil mendengar lagi hillsong “I surrender” mata akhirnya terpejam juga. Jam 10 tiba tiba merasa ada yang turun di perut, dan sakit diperut mulai terasa berbeda. Aku mencoba untuk tidur karena masih berpikiran ini adalah kontraksi palsu seperti biasanya. Ternyata kontraksi makin intens setiap 5 menit, dan aplikasi HP pun sudah menyarankan untuk segera menghubungi nakes. Membangunkan si papa yang baru terpejam matanya, malah disuruh menunggu pagi saja. Mulailah beres beres tas yang sudah disiapkan sejak lama, sempat mandi dan ganti baju, makan roti dan minum madu.
Jam 12 rasa nikmatnya gelombang sudah tidak bisa tertahankan lagi rasanya, sambil tetap goyang inul di bola, papa dibangunkan dan kaget melihat aku yang sudah siap sambil meringis ringis. Mbahnya anak anak dipamitin untuk jaga, dan kaget karena tidak menyangka akhirnya tanda tanda tiba juga. Ku sms dokter Titin untuk minta advise, karena tujuan kita adalah ke RS MK. Di mobil berdua si papa, memegang handle diatas pintu mobil setiap kontraksi datang, kontraksi tambah nikmat apalagi saat melewati garis pengurang kecepatan yang biasa di sebut polisi tidur.
Sudah mendekati RS MK belum ada balasan dari dokter Titin, malah si Papa akhirnya memutuskan untuk cus ke mutiara bunda setelah sebelumnya aku menelepon ibu bidan Siti Rochma dan beliau standby di klinik. Bukan perjalanan yang gampang meskipun jalanan sepi karena sudah lewat tengah malam, banyaknya polisi tidur (apa sih namanya sebenarnya ya), membuat kontraksi makin intens. Gelombang kontraksi kunikmati sendiri karena tidak mungkin meremas tangan si papa yang sedang menyetir mobil.
Sesampainya di klinik pukul 01.30, masih berdiri sebentar menikmati gelombang kontraksi. Dan sewaktu diperiksa bubid sudah bukaan 4, efek goncangan di mobil sepertinya. Sewaktu control bubid sempat mengungkapkan harapannya semoga tiba diklinik sudah bukaan 3 lho. Mulailah bubid membantu mengarahkan, mbak siti dan asisten yang satunya juga memijat punggung yang ternyata bener bener membantu ,melewati gelombang cinta yang luar biasa ini. Karena memang siangnya sudah capek tenagapun sepertinya sudah tidak ada, beruntung bubid menyediakan kurma dan teh manis yang harus selalu dikonsumsi setiap jedah kontraksi. Kontraksi ini memang tidak sesilent waktu melahirkan Dininove, tapi teknik pernafasan yang pernah dipelajari sangat membantu untuk menikmatinya. Sekitar jam 3.30 diperiksa bubid sudah bukaan 8 dan makin disuruh jongkok setiap kontraksi datang,dan tidak boleh berbaring melainkan tetap goyang diatas bola gym.
Kalau ditanya sakitkah kontraksinya, jujur ini sakit sekali. Kadang kepingin juga seperti orang yang melewati kontraksi tanpa rasa sakit,melahirkan yang cepat , tapi setiap orang kan punya jalannya masing masing. Setiap kontraksi tiba aku affirmasikan bahwa rasa sakit ini tidak seberapa jika dibandingkan dengan bahagianya menimang baby dan bisa melihat langsung sang bayi yang sudah berbulan bulan di dalam rahim kita.Kalau sakitnya hampir mencapai limit, aku affirmasikan bahwa hal inilah yang aku nanti selama ini karena artinya sudah dekat waktunya aku akan menimang sang baby. Sambil berdoa minta kekuatan Tuhan, aku tetap berharap tetap kuat untuk melewati proses ini. Susahnya berusaha tersenyum setiap gelombang kontraksi datang. Tangan si papa jadi korban untuk melampiaskan rasa sakit, bukan melawan rasa sakitnya tapi lebih mencoba menikmatinya tanpa teriakan teriakan.
Waktu keinginan mengejan mulai datang, aku reflek menggeram karena desakan dibawah semakin kuat. Sewaktu hendak diperiksa bubid ketuban pecah, dan bubid mengatakan waktunya akan tiba sebentar lagi. Beliau meminta izin untuk menunaikan sholat subuh dan menyusui anaknya yang juga baru berusia 3 bulan. Setelah subuh baby akan lahir menurut beliau. Beliau sempat menanyakan apakah aku mau water birth atau mau dikasur saja, tapi sungguh aku sudah tidak bisa memutuskan lagi. Aku yang sudah dalam kondisi pasrah tidak bisa memutukan apapun.
Setelah azan subuh, bubid memasuki ruangan dan siap mendampingi untuk melahirkan. Ternyata dengan posisi tidur telentang aku tidak punya tenaga sama sekali, bahkan lupa cara mengejan dengan benar. Bubid memperbolehkan aku untuk mengejan dengan posisi miring, dan ternyata ini adalah posisi yang tapat. Dua kali mengejan dengan posisi miring tapi baby belum keluar juga, tapi masih bisa makan kurma dan minum teh manis, sempat lagi berkata ke bubid bahwa sekali ini baby akan lahir.
Benar saja waktu gelombang tiba, aku seperti punya kekuatan untuk mengejan dengan kuat, dibantu bubid dan asistennya aku kembali keposisi telentang dan tidak ingat apa yang mereka lakukan tapi dengan sekali sentakan panjang babypun lahir. Ini berbeda dengan ninov yang aku masih bisa aku rasakan bagaimana kepala leher dan bahunya mulai keluar dari dalam tubuhku.
Sang baby lahir dengan cepat, ternyata disertai lilitan tali placenta pada leher, pundak, tangan dan paha. Menurut bubid ketuban sudah keruh dan tali plasenta sudah mengalami pengapuran. Lilitan ini sudah berkali kali diungkapkan oleh Dr Irwan, bahkan beliau bergurau untuk membelikan kalung karena sepertinya si baby menyukai kalung.
10 November 2016 pukul 04.30 pagi, bayi lelaki kami lahir ke dunia dengan panjang 53 cm dan berat 3800 gram. Just in perfect time! Aku sering berdoa minta melahirkan waktu siang hari, atau di saat lalu lintas tidak padat (macet adalah horror yang mengerikan disini). Sewaktu diletakan di dadaku, sambil menunggu placenta lahir, kepeluk dan kucium, kubisikan bahwa cinta kami dan penyertaan Tuhan menyertai kehadirannya di dunia. Meskipun kakak kakaknya tidak ikut menyambut (Ichiko dulu ikut melihat waktu adeknya lahir tapi mungkin belum mengerti), tapi kami berdua papa mamanya menyambut kehadirannya dengan cinta dan doa.
Pada akhirnya kesakitanku berakhir dengan manis, kami memberinya nama SENOPATI ICHIRO RAJAGUKGUK (sang panglima anak lelaki pertama dikeluarga Rajagukguk). Senopati bisa juga berarti SEpuluh November emPAt TIgapuluh. Lahir di hari pahlawan kami berharap Seno akan menjadi lelaki berjiwa pahlawan yang tidak pantang menyerah dan tidak mengenal rasa takut. Dan semoga langkah kakinya akan selalu berada dalam jalan yang dikehendaki oleh Tuhan. Berkat besar ini kami terima dengan pinta pada Tuhan semoga kami diberi berkat dan karunia untuk membesarkan anak anak kami dalam jalanNya. Benarlah bahwa tidak ada alasan untuk tidak bersyukur, tidak ada pembenaran untuk setiap sungut sungut.
Memiliki pengalaman melahirkan dengan SC, melahirkan normal dan juga melahirkan di air membuat aku menyadari bahwa memberdayakan diri untuk belajar adalah bagian yang harus dilakukan oleh ibu hamil. Berusahalah dan ikhlaskanlah hati untuk menerima semua kemungkinan. Percayalah, bagian kita adalah untuk belajar dan berusaha, Tuhan yang akan mengambil bagianNya dengan indah apapun caranya. Dukungan keluarga dan suami memegang peranan sangat penting, aku menyadari kalau bukan suami tercinta yang tetap ingin anaknya lahir secara normal mungkin aku juga sudah menyerah. Apapun latar belakang di balik semua itu, tetaplah keteguhan hati itu memberi kekuatan yang tidak terduga.
Terima kasih untuk para dokter dengan berbagai advisenya, aku belajar untuk tidak mengatakan dokter ini salah atau dokter itu bagus. Semua ini membuat wawasanku semakin luas dan menyadari bahwa kita memang harus banyak belajar. Dalam ilmu kedokteran tidak ada semutlak matematika di mana 1+1=2. Bercermin pada pekerjaanku yang selalu berhubungan dengan tanaman yang sakit. Selalu ada syarat dan ketentuan yang berlaku, kita yang harus bisa memutuskan apakah kita akan menurut dan percaya sepenuhnya apa kata dokter, atau kita memilih mendengar pendapat lain baru bisa memutuskan.
Terimakasih bubid Siti Rochma dan team di klinik Mutiara Bunda Cikarang, yang sudah membantu dua kelahiran anak anakku. Terima kasih untuk pembelajaran selama dua proses melahirkan, terimakasih untuk kesabarannya, untuk dukungan dan bantuannya selama ini. Semoga makin banyak ibu ibu yang bisa belajar dan melahirkan dengan damai dan penuh sukacita.
Mimie (Mamanya IDS)

No comments: